sore ini kembali langit menangisiku
sesekali coba menghardikkudengan kilatan petirnya
entah untuk berapa lama lagi derainya meredah
tuk kubergegas menghempaskan dingin yang sudah merasuk
tangan mulai bergetar lantas saja merambat kejiwa
memaksaku meringkuk mendekap lutut
selembar daun talas tak cukup mempuni menangkis hujan
kemana lagi aku bernaung tak satupun pohon rindang kujumpai
kilatan petir terus saja menjulurkan lidahnya
seolah meraba bumi mencari tempatku sembunyi
ah...belum puaskah dia menyiksaku
apalagi inginya yang belum kuterka
namun akhirnya hujan pun menyerah dengan sendirinya
suara petir pun telah mulai ciut sampai kebisuan membungkamnya
namun rasa lega itu hanya singgah sekejap
ini giliran pekat malam yang akan membutakanku
jalan pulang tak kukenal lagi
luapan sungai telah ciptakan lautan keruh disekelilingku
ternyata kepergian hujan mewariskan banjir
haruskah aku berbaur dengan arus
biar sekalian mengantar pulang pada jalan kematian
sesekali coba menghardikkudengan kilatan petirnya
entah untuk berapa lama lagi derainya meredah
tuk kubergegas menghempaskan dingin yang sudah merasuk
tangan mulai bergetar lantas saja merambat kejiwa
memaksaku meringkuk mendekap lutut
selembar daun talas tak cukup mempuni menangkis hujan
kemana lagi aku bernaung tak satupun pohon rindang kujumpai
kilatan petir terus saja menjulurkan lidahnya
seolah meraba bumi mencari tempatku sembunyi
ah...belum puaskah dia menyiksaku
apalagi inginya yang belum kuterka
namun akhirnya hujan pun menyerah dengan sendirinya
suara petir pun telah mulai ciut sampai kebisuan membungkamnya
namun rasa lega itu hanya singgah sekejap
ini giliran pekat malam yang akan membutakanku
jalan pulang tak kukenal lagi
luapan sungai telah ciptakan lautan keruh disekelilingku
ternyata kepergian hujan mewariskan banjir
haruskah aku berbaur dengan arus
biar sekalian mengantar pulang pada jalan kematian